Lelaki itu masih saja sibuk memilih
batu-batu akik yang sesuai dengan warna kulit dan bentuk sempurna.
Satu, dua, tiga, empat… Mimi
memperhatikan setiap orang yang masuk ke toko pak marno untuk mencari batu
akik, termasuk lelaki itu.
“ayo… beli aku, beli aku. Pasang aku
di jarimu” teriak mimi
Dan
lagi-lagi mimi harus kecewa karena tidak terpilih. Hampir 6 bulan mimi berada
dikotak itu, tapi tak ada satu tangan pun yang menyentuhnya. Setelah seharian
letih berteriak-teriak, akhirnya mimi tertidur pulas hingga fajar tiba.
“dimana
aku?”
Mimi
mengusap kedua matanya, kanan dan kirinya terasa sesak. Begitu banyak tumpukan
batu akik ada di kardus bekas mie itu. “apa yang terjadi?” batinya
“Kamu
di pindahkan pak marno semalam” jawab salah satu penghuni kardus.
Mimi mencoba mengingat-ingat
kejadian semalam “percuma aku tidak dapat mengingatnya”. Mimi mulai
menerka-nerka apa yang terjadi mungkinkah ada seorang pemborong yang membeli
batu akik, kemudian mimi dipindahkan kedalam kardus ini atau mungkin pak marno
mengadakan pameran dan mempersiapkan kami.
“hahaaa….ukuh, ukuh”. Suara ketawa
dan batuk batu tua terdegar keras memekakan telinga mimi, batu tua itu tepat
disamping kiri mimi.
“kamu tidak laku, jadi ditaruh
disini. Kardus ini digunakan untuk batu-batu yang tidak layak jual lagi”
“tidak… tidak laku, tidak layak
jual”. Kalimat tersebut terus mengiang-iang dikepala mimi dan perlahan, mimi
dapat kembali mengingat kejadian tersebut.
“Sore
itu, Aku sedang berteriak kepada lelaki untuk memilihku tetapi dia tidak
memperdulikannya. Aku kecewa kemudian memalingkan arah kepada pembeli lain. Tak
disangka sesaat setelah memalingkan wajah, lelaki tadi mengangkatku dari kotak
batu. Aku senang sekali dan berteriak-teriak gembira, Aku tahu lelaki itu akan
membeliku. Tapi anak kecil yang berdiri disampingnya menarik-narik baju dengan
keras karena ingin melihatku, sampai aku terjatuh. Aku berteriak keras sampai
pingsan”. Mimi mencerikan kejadian tersebut dengan linangan air mata, bekas luka
akibat jatuh masih ada di badan mimi. Sebuah goresan panjang berada di dalam
tubuh mimi, lelaki itu hanya mengganti rugi kerusakan tanpa membawa mimi.
Hari itu, mimi tidak henti-hentinya
menangis. Harapannya musnah setelah berbulan-bulan berusaha untuk mencari
pembeli. Kini dia harus menghadapi kenyataan, bahwa dirinya tak layak jual.
Hari telah berganti minggu, dan minggu berganti bulan tapi mimi tak berganti nasib. Dia masih saja
menangis.
Suatu saat, pak marno hendak melakukan
renovasi terhadap tokonya, dinding-dinding tembok diberi sentuhan seni suapaya
pembeli lebih nyaman didalamnya. Mimi salah satu batu yang terpilih menjadi
pemanis dinding bersama batu-batu yang berada di dalam kardus.
Mimi tetap tidak mengerti apa yang
harus dia rasakan sekarang. Harus senang karena dipajang di dinding atau sedih
karena tidak menjadi pemanis jari. Setelah berhari-hari berlalu, akhirnya mimi
mengerti harus bagaimana. Iya.. Mimi bersyukur menjadi pemanis dinding, dia
tahu tidak akan merasakan sakitnya jatuh ke lantai, dia tau saat menjadi
pemanis dinding tak akan mudah diganti-ganti seperti yang dilakukan pemilik
cincin apabila telah bosan. Dan dari dinding, mimi dapat memberikan semangat
kepada teman-temannya yang memiliki nasib yang sama sepertinya dulu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar