Rabu, 17 Juni 2015

Dika Si Ikan Petualang

Di sebuah sungai perdalaman hutan, hiduplah seekor ikan yang senang bermain  di dekat permukaan air. Setiap hari ikan tersebut bermain-main dengan memperlihatkan sebagian kecil dari wajahnya kepermukaan sungai. Sesekali ekor mungilnya mengibas-ibaskan air sehingga muncul gemericik air sungai ke permukaan. Kalau sudah begitu, tidak ada satu ekor ikanpun yang mampu mencegah tindakan berbahayanya.
Suatu hari, ikan kecil tersebut meminta ijin kepada orangtuanya untuk bermain di batu terlarang, sontak kedua orangtua ikan kecil marah. Batu terlarang merupakan perbatasan antara ikan dan buaya. Setiap ikan yang mendekat ke wilayah tersebut pasti di terkam buaya.
“bermain di permukaan saja sudah membuat ibu khawatir dika, apalagi pergi ke wilayah batu terlarang” ucap ibu dika. Dika adalah nama dari ikan kecil itu.
Dika si ikan kecil merasa kecewa dengan ucapan ibu. Tapi, dika tidak pernah membatah apapun yang di ucapkan orangtuanya, dika hanya terdiam kemudian menangis sedih di kasur kamarnya yang terbuat dari tumpukan batu dan di tumbuhi oleh rumput-rumpuh laut di sisi kirinya. Untuk saat ini, hanya tumpukan batu yang bergambarkan pertualangan-petualangan dika lah yang di rasa dapat mengerti perasaan dika saat ini batin dika.
Kakek kodok yang di tolongnya saat tergelicir di ujung batu sungai, karena kakinya terluka. Ibu kura-kura yang kelelahan berenang ketika akan melahirkan, kemudian dika membantu mendorongnya ketepi sungai, kupu-kupu yang bernyanyi di atas permukan laut kemudian mereka bersahabat dan saling bercerita tentang dunianya. Dika mengeja satu persatu teman-teman baru yang ditemuinya saat berpetualang di permukaan air.
“indah si kupu-kupu” batin dika, dika tiba-tiba berenang dan tertawa kegiraan. “indah si kupu-kupu, pasti dia dapat membantuku untuk melihat seperti apa batu terlarang”
Dengan semangat petualangnya dika menemui sahabatnya indah sikupu-kupu
“Assalamualaikum indah…”
Indah yang sedang tertidur di kucup bunga melati yang sedang mekar tersontak kaget mendengar suara dika
“Wa..wa’alaikum salam” jawabnya dengan nada agak kesal.
“iya, iya.. ma’af, sudah mengagetkan mu. Heheheee…”
Kemudian dika mencipratkan sedikit air dengan ekornya kepermukaan, yang mengenai sayap-sayap indah.
“Heheee… indah kena”
Indah si kupu-kupu membalas perbuatan dika dengan meniupkan sari-sari bunga, kedua sahabat itu bermain dan tertawa. Usai bermain dan tertawa, dika menyandarkan sirip-sirip kecilnya ke batu besar yang ujungnya berada di atas air sedangkan indah membiarkan sayap-sayapnya terjemur matahari di atas permukaan bunga mawar yang sedang bermekaran.
            “indah, ada yang ingin aku bicarakan padamu. Bisakah aku meminta tolong agar kau pergi ke batu terlarang?”
Indah yang sedang duduk santai diatas bunga mawar, terkaget dan terbang ke sisi batu
            “Batu terlarang, tempat para buaya? Oh… tidak, aku tidak bisa dika”
            “Tolonglah indah, aku ingin sekali tahu seperti apa batu terlarang. Tapi kedua orangtuaku melarangnya. Aku hanya ingin kau terbang tinggi ke batu terlarang kemudian menceritakan kepadaku seperti apa kehidupan mereka”
            “ma’af dika, aku tidak bisa. Aku takut. Meskipun aku bisa terbang tinggi”
            “baiklah, aku akan menemanimu. Agar kau tidak takut saat terbang di atas batu terlarang”
            “tapi itu sangat berbahaya dika”
            “tenang saja, aku hanya berenang sampai keperbatasan batu terlarang dan desa antic. Aku berjanji tidak akan melebihi wilayah itu. Dari situ aku akan mengawasimu dan memberimu kode jika terjadi sesuatu yang berbahaya”
            “tapi… ya sudah aku akan menolongmu, tapi hanya satu kali ini saja ya ke batu terlarang”.
            Pagi-pagi sekali, kedua sahabat ini memulai petualangannya. Mereka menyusuri arus yang cukup deras dan sesekali berhenti karena turun hujan. Pernah sekali, ekor dika terjerat tumbuhan berduri. untung saja dika bisa terlepas dari jeratan tumbuhan tersebut. Dika menggigit duri yang ada didepannya dan memaksakan tubuhnya untuk maju. Meskipun terluka, tapi dika bersyukur telah selamat dari kejadian tersebut.
            Indah dan dika hampir telah sampai di perbatasan desa antic, di depan sana sudah terlihat wilayah batu terlarang. Tumpukan batu yang menjulang tinggi hingga kepermukaan air merupakan perbatasan wilayah mereka. Konon, nenek moyang bangsa ikanlah yang menggumpulkan batu dari dasar sungai dan menyusun batu tersebut menjadi satu agar bangsa ikan terbebas dari serangan buaya. Para buaya tidak pernah menyentuh perbatasan tersebut, karena di balik batu-batu tersebut dipasang perangkap-perangkap yang dapat melukai buaya apabila mereka memaksa untuk menerobos batu. Sebab itulah batu tersebut dinamakan batu terlarang.
            Setelah sampai diperbatasan, dika memberikan intruksi kepada indah “terbanglah yang tinggi sahabatku, kemudian sembuyilah dibalik dedaunan. Lihat dan dengar apa yang para buaya bicarakan. Aku tidak dapat berenang lebih jauh, karena telah berjanji kepada orangtuaku tidak mendatangi wilayah batu terlarang. Tapi aku akan memberikan mu kode, dengan pecikan air melalui kibasan ekorku”
            Indah yang ketakutan hanya mengganguk dan terbang tinggi mengikuti pemintaan temannya, pelan-pelan indah hingga di antara dedaunan yang lebat sehingga kawanan buaya tidak menyadari kehadiran indah. Melihat kondisi kawanan buaya yang memakan daging ayam hutan dengan lahap, perut indah jadi terasa mual dan merasakan pusing. Dengan sayapnya indahnya, indah sikupu-kupu menutupi hidugnya.
            “untung saja aku memiliki sayap, kalau tidak bisa pingsan aku disini”
Belum selesai kengerian indah, dia sudah mendengar perbincangan kawanan buaya yang akan mendobrak batu terlarang. Indah mengosok-gosok telinganya “Jangan-jangan, aku salah dengar.. tidak… aku tidak salah dengar”
            Secepat kilat indah terbang kearah dika, “huhuuuhu..” dengan nafas terengah-engah indah bercerita tentang rencana para buaya “tenang indah, ambil nafas dulu. Supaya bicara mu tidak terengah-engah. Aku tidak mengerti ucapanmu”
            “buaya akan mendobrak batu terlarang dengan kayu, mereka akan…”
Belum selesai indah berbicara, dika sudah berenang kembali ke desa antic. “tunggu dika, tunggu”. Dika yang kaget dengan ucapan indah, tidak menghiraukan ucapan indah. Bukannya tidak perduli, tapi dika harus menyelamatkan desanya.
Sesampainya di desa, dika menceritakan hal tersebut kepada teman-teman dan warga sekitar, tapi mereka hanya tertawa. “dika, dika… kamu ada-ada saja”
Orangtua dika pun tidak percaya, “mungkin temanmu kecapean jadi salah dengar, sudah sekarang kamu makan trus istirahat”.
Dika bingung, dika tidak bisa tidur sepanjang malam. Hanya bolak-balik dari kamarnya. Akhirnya dika memutuskan untuk membuat persembunyian yang cukup untuk menampung ikan-ikan di desa antic jika diserang buaya, wilayah kakek kodok yang dekat dengan permukaan air dipilihnya sebagai tempat yang strategis. Disana juga ada keluarga kakek kodok, pasti mereka mau membantu dika untuk mencarikan persembunyian.
            Minggu demi minggu, dika membuat persembunyian di desa kakek kodok dengan dibantu sahabat-sahabatnya yang dika kenal saat bermain di permukaan air dan indah sikupu-kupu juga siap membantu sahabatnya dika. “indah, maaf ya waktu itu dika ninggalin indah. dika terburu-buru”.
            “iya dika, gak papa.. indah ngerti kok”. Kedua sahabat itu tersenyum.
            Pagi hari saat dika sedang sarapan. seekor ibu ikan gendut dari pasar berteriak dan berenang cepat, dengan keranjang belanjaan yang masih ada disirip sang ibu ikan gendut berteriak dengan kencang “Buaya… buaya, ada buaya”. Ikan-ikan di desa antic merasa heran, mereka tidak percaya dengan ucapan ibu ikan gendut. Dika yang mendengar terikan tersebut langsung berenang ke teras rumah, disana dika telah menyiapkan peralatan perangnya.
            Dengan sigap dika, memasang rumput-rumput yang berisi tinta keluarga cumi yang dia dapatkan dari burung laut dan dengan menggunakan mulutnya dika memasang tumbuhan berduri. Kemudian, dika berlari ke atas dengan berteriak kencang “Kepada masyarakat desa antic, dengar dan ikuti kemana dika berenang”. Suara kawanan buaya yang makin dekat membuat warga desa antic menjadi panic. Hal tersebut telah diprediksi dika, kemudian dika menyakan lampu yang dipasang di atas kepalanya sebagai tanda bahwa dika memiliki solusi. Warga yang panic mengikuti kemana dika berenang, sedangkan kawanan buaya tidak dapat melihat karena tertutup tinta cumi dan menginjak tumbuhan berduri.

            Dika membawa warga desa antic ke desa bersama tempat kakek kodok tinggal, disana mereka merasa lega telah terselamatkan dari kawanan buaya yang siap menerkam mereka. “Terimakasih dika, maaf kami tidak mempercayaimu sebelumnya”. Gemuruh suara warga bersorak atas perbuatan baik dika. Ibu dan bapak dika tersenyum dan memberikan pelukan hangat kepada dika. Kini mereka tingga di desa bersama, disana hidup berbagai jenis hewan seperti keong, cacing tanah, kodok dan dika merasa senang karena dapat bermain di permukaan dan hidup dekat dengan teman-temannya seperti indah sikupu-kupu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar